Pernikahan beda agama
merupakan hal yang sering kita lihat dalam bangsa Indonesia dan tentunya dari
berbagai kalangan telah melakukan hal tersebut. Memang pada dasarnya
orang-orang ingin agar pernikahan mereka di latar belakangi oleh kepercayaan
yang sama untuk mencapai kebahagiaan, tetapi pada tahu gak kalo pada
kenyataannya agama Kristen gak pernah ngelarang orang Kristen untuk menikah
dengan orang beragama lain. Secara hukum, pernikahan beda agama adalah
pernikahan yang tidak sah, tetapi ada peraturan daerah yang berbeda-beda
sehingga pernikahan ini sangat besar resiko untuk terjadi.
Dari sedikit
pengantar di atas, muncullah pertanyaan "apakah gereja mau melayani
pernikahan beda agama"? Untuk menjawab pertanyaan ini harus kita ketahui
bahwa pernikahan beda agama ini selalu ada komunitas pro dan kontra. Untuk
mengetahui hal tersebut, saya mencari informasi dari dua gereja yang bisa dan
tidak bisa melayani pernikahan beda agama. Kebetulan karena saya Mahasiswa
Fakultas Teologi UKSW Salatiga, maka saya mencari informasi di seputaran
salatiga aja. . CHECK THIS OUT !!
Gereja-gereja yang
pro atau kontra dengan topik ini tentunya memiliki alasan tersendiri di
dalamnya. Pendeta pada dasarnya mengikuti tata laksana yang ada dalam gereja
yang ia tempati, jadi apabila tata laksana gereja memungkinkan untuk menikahkan
orang Kristen dan non Kristen maka pendeta tersebut harus mengikutinya walaupun
ia tidak suka. Biasanya pendeta mempunyai pikiran yang sama dengan tata laksana
gereja, sehingga tidak ada bentrok antara pemikiran pribadi dengan tata laksana
gereja dan sangat jarang sekali di temukan kasus mengenai pemikiran pribadi
pendeta yang bertolak belakang dengan tata laksana gereja.
Pertama-tama saya
mulai dulu dari gereja yang menyetujui pernikahan beda agama. Gereja tersebut
adalah Gereja Kristen Indonesia Soka. Berdasarkan hasil wawancara pada pendeta
GKI Soka, di dapatkanlah hasil bahwa gereja ini memiliki dua macam pernikahan
yaitu pernikahan Oekumene dan pernikahan umum. Pernikahan oekumene adalah
pernikahan yang terjadi antara orang Kristen Protestan dan Khatolik. Pernikahan
tersebut dengan ketentuan jika pendeta yang membawakan firman, maka romo yang
memberkati pernikahan tersebut dan pernikahan itu akan menjadi salah satu dari
7 sakramen yang ada di dalam agama Khatolik, sedangkan pernikahan umum adalah
pernikahan antar jemaat sesama Protestan. Pernikahan beda agama tersebut juga
sudah diatur didalam buku tata laksana gereja. Dalam tata gereja tersebut, ada
beberapa ketentuan yang harus diikuti, yaitu:
- · kedua mempelai adalah anggota baptis yang artinya kedua mempelai belum melakukan sidi.
- · seorang calon mempelai adalah anggota baptisan, sedangkan pasangannya belum anggota baptisan.
- · adanya kemendesakan waktu sehingga waktu yang ormal tidak dapat dilaksanakan.
Dengan melihat kasus
yang saya bahas, maka aturan nomor 2 adalah aturan yang sesuai dengan topik.
GKI mau melayani pernikahan beda agama bila ada anggota jemaat yang ingin
melakukannya, tetapi dibalik semua ijin tersebut ada aturan-aturan lagi yang
berlaku didalamnya, yaitu mengisi formulir persetujuan yang berisikan :
- · Ia setuju jika pernikahannya hanya diteguhkan dan diberkati secara Kristiani
- · Ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/istri untuk tetap hidup dan beribadat sesuai Iman Kristen
- · Ia tidak akan menghambat anak-anak mereka untuk dibaptis
Ini merupakan
persetujuan yang harus diisi oleh mempelai yang bukan anggota baptis. Kemudian
penggembalaan pun tetap dilakukan seperti semacam percakapan dari majelis
jemaat untuk memberikan moticasi-motivasi Kristiani tentang pernikahan dan
rumah tangga yang jelas akan berbeda dari yang lain. Majelis jemaat akan memberikan
pengertian akan apa yang harus dilakukan agar rumah tangga yang berbeda
keyakinan tersebut dapat bertahan dan menghargai satu sama lain serta tidak
memaksakan kehendak (egois) dalam menjalani rumah tangga. Untuk selanjutnya,
majelis jemaat hanya berhak menegur atau menasehati jika rumah tangga tersebut
mengalami konflik akibat perbedaan.
Begitulah tanggapan
gereja yang menyetujui akan melayani pernikahan beda agama di gereja mereka.
Bagaimana dengan gereja yang tidak bisa melayani pernikahan beda agama? Apakah
yang mendasari gereja tersebut tidak melayani pernikahan beda agama? Apakah
tanggapan mereka? Penasaran? sama,,,
saya juga !!…
Gereja yang tidak
melayani pernikahan beda agama salah satunya yang dapat di mintai keterangan
adalah GPIB. Kalo tadi dari GKI sudah ada peraturan dalam tata laksana
gerejanya, kalo di GPIB tata laksana gerejanya sangat melarang pernikahan beda
agama dengan mengatakan bahwa, calon mempelai sudah baptis, katekisasi dan
katekisasi pra nikah soalnya kalo calon mempelai berbeda agamanya maka rumah
tangga yang dibangun akan mempunyai pandangan ganda. Selain itu, GPIB
menekankan akan kebahagiaan dalam rumah tangga karena ketika seseorang menikah
dengan orang yang berbeda agama, maka pengucapan janji nikah oleh orang yang
bukan Kristen dianggap hanya sekedar pengucapan tanpa keyakinan dan Iman oleh
orang tersebut. Lalu anak-anak juga menjadi alasannya ketika anak-anak
merindukan untuk merayakan hari besar bersama-sama karena perbedaan keyakinan
tersebut.
Dapat dilihat dengan
jelas bahwa GPIB memandang pernikahan beda agama dari sisi teologi yang berbeda
jauh dari GKI. Selain itu juga, cara berpikir dan pengambilan argumen yang
berbeda dari kedua kelompok gereja ini. Gereja di Indonesia merupakan satu
dalam tubuh Kristus, tetapi berbeda dalam peraturan tiap-tiap sinode. Sekilas
agama Kristen merupakan satu kesatuan, tetapi kesatuan itu terbagi kedalam
beberapa kelompok tertentu dengan aturan yang berbeda.
Masalah ini sampai
saat ini merupakan masalah yang dapat kita katakan sedang marak terjadi. Upaya
mengkomunikasikan hal ini adalah gereja-gereja dari tiap sinode yang ada
melakukan pertemuan khusus untuk membahas aturan ini agar dapat ditemukan jalan
keluar yang baik bagi masalah ini. Kalau dibiarkan seperti ini terus maka akan
berdampak kepada jemaat masing-masing gereja dengan pola pikir yang tentu belum
sama satu dengan yang lain. Jemaat juga harus mendapat sosialisasi mengenai
aturan-aturan yang ada dan berlaku bagi gereja masing-masing agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang bisa menimbulkan konflik dan perpecahan jemaat dan gereja
yang ditempati hanya karena aturan yang ada. Pada dasarnya semua agama itu
sama, Tuhan menciptakan agama dengan satu tujuan, yaitu untuk penyembahan
kepada Dia. Dengan begitu, sosialisasi mengenai masalah tersebut harus
dikomunikasikan dengan baik agar bukan menjadi pemecah tetapi pemersatu tiap
agama yang ada agar terjalin hubungan baik antar tiap agama.
Sekian
dulu ya topik ini. Topik ini saya ambil sebagai tugas akhir semester “TEOLOGI
DAN KOMUNIKASI”, semoga berkenan dan dapat memberikan pengertian yang baik
kepada setiap orang.
“APAPUN
AGAMAMU, KITA TETAP SATU TUJUAN”
GOD
BLESS US :)